Sunday, May 13, 2018

Bagaimana Peran Perempuan Untuk Mengurangi Jumlah Perokok Di Indonesia?


Diskusi publik dengan tema Perempuan Dukung Rokok Harus Mahal. Sumber: Dokumentasi Pribadi


Rokok merupakan komoditi yang bikin dilema. Jika dilarang banyak masyarakat yang telah memiliki ketergantungan akan protes, jika tidak maka akan berimbas pada generasi penerus bangsa. Berbagai peringatan akan dampak yang tertera di bungkus rokok rasanya tak berdampak pada pembeli. Kini desain sampul rokok bahkan memajang gambar penyakit yang kiranya akan bersarang pada tubuh perokok, namun lagi-lagi sepertinya usaha ini tak membuahkan hasil.

Pada Agustus 2016, isu kenaikan harga rokok berhembus. Banyak pro dan kontra terjadi di masyarakat. Ini bermula dari penelitian Centre for Health Economics and Policy Studies (CHEPS)— pusat kajian kesehatan dan studi kebijakan dari Universitas Indonesia. Riset yang mereka lakukan untuk mencari tahu pada kisaran harga berapa peminat rokok menurun drastis. Hasilnya Rp50 ribu. Hasil riset ini kemudian tersebar keliru sehingga masyarakat mengira itu adalah kebijakan pemerintah.

Isu ini kemudian dijawab pemerintah melalui akun Twitter @beacukaiRI, mereka sampaikan bahwa belum ada aturan baru mengenai harga eceran rokok.

Sempat hangat, namun akhirnya isu harga rokok naik kembali redup.

Beberapa minggu lalu, sebuah gerakan bernama 1000 Perempuan Dukung Gerakan #RokokHarusMahal buat petisi di situs petisi Change. Mereka hendak kirim petisi ini ke Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Isi petisi ini bercerita tentang bagaimana dampak harga rokok yang murah terhadap peningkatan jumlah perokok di Indonesia, terutama pada siswa sekolah.

Petisi rokok harus mahal di change.org/rokokharusmahal. Sumber: change.org

Selain petisi, ide agar rokok mahal juga disampaikan melalui diskusi ruang publik yang ditaja Kantor Berita Radio (KBR) Indonesia. Diskusi ini dilakukan di Hotel Pangeran, Jl. Jend. Soedirman, No. 371-373, Cinta Raja, Sail, Kota Pekanbaru. Kegiatan ini mengusung tagar #RokokHarusMahal dan #Rokok50Ribu. Program yang digelar di Pekanbaru pada 11 Mei 2018 diisi oleh Nina Samidi, Manajer Komunikasi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, dan Dokter Fauziah, Wakil Ketua Umum IAKMI Riau.


Nina Samidi sampaikan, harga rokok di Indonesia termasuk yang paling murah di dunia. “Menurut temuan World Health Organization bahkan ada rokok dengan harga hanya sekitar Rp5 ribu per bungkus,” jelas Nina.

Tak hanya di dunia, Indonesia bahkan berada pada urutan tiga dengan harga rokok termurah di ASEAN. Jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita, harga rokok di Indonesia masih terjangkau untuk seluruh kalangan. “Menurut rasio Price Relative to Income (PRI), rokok di Indonesia masih terjangkau.”
Alasan mengapa rokok harus mahal. Sumber: fctcuntukindonesia.org

Harga rokok yang murah inilah penyebab kenapa masih banyak masyarakat mulai dari kelas bawah hingga atas masih banyak merokok.

Beberapa tahun terakhir, banyak negara yang menaikkan harga rokok secara signifikan. Sebagai contoh Thailand, pada 2014 harga rokok di negara ini masih di bawah 15 dolar per bungkus. Kini harga rokok di Thailand mencapai 20 dolar per bungkus. Kenaikan harga rokok ini berpengaruh dengan menurunnya tingkat perokok di Thailand.

Dokter Fauziah juga berpendapat serupa. Rokok di Indonesia menurutnya masih sangat murah terutama jika dilihat dari kemampuan daya beli siswa sekolah terhadap rokok tersebut. “Di Kabupaten Kampar, tempat saya sebelumnya bertugas, banyak siswa sekolah menengah pertama bahkan sekolah dasar mampu beli rokok.” Ia berpendapat bahwa harga rokok jika dimahalkan akan mampu mengurangi kemampuan beli siswa sekolah.

Nina kembali jelaskan bahwa negara dengan harga rokok paling mahal ialah Australia. Harga rokok disini mencapai hingga Rp400 ribu, disusul selandia baru dan norwegia.

“Jika dilihat dari indeks keberhasilan negara lain, Indonesia harus melakukan hal serupa untuk menekan tingkat perokok aktif,” ujar Nina.

Menurut Nina, keuntungan dari tingginya harga rokok ialah menyebabkan jumlah perokok berkurang karena kemampuan beli masyarakat tidak cukup. Bagi masyarakat yang mampu beli juga berdampak terhadap pengurangan intensitas membeli rokoknya.

Keuntungan lain ialah pendapatan negara akan meningkat melalui pajak tinggi yang diterapkan pada perusahaan produsen rokok. Kemudian terciptanya lingkungan yang lebih sehat dan masyarakat yang produktif.

“Paling penting ialah menyelamatkan generasi penerus bangsa,” ujar Nina. Memang menaikkan harga rokok tak langsung membuat orang serta merta berhenti merokok karena daya candunya. Akan tetapi bagi yang belum merokok terutama siswa sekolah, akan berpikir lagi untuk membeli rokok karena mahal.

Ada pendapat lain yang mengatakan dampak negatif jika harga rokok mahal. Menurut pendapat tersebut, harga rokok mahal akan menyebabkan inflasi, menurunkan kesejahteraan petani dan buruh tembakau, serta maraknya rokok ilegal.

Nina kemudian memberi jawaban untuk argumen itu. Menurut data CHEPS, rokok tak bisa mempengaruhi inflasi secara drastis. Harga rokok di Indonesia selama ini masih jauh di bawah pendapatan per kapita masyarakat. Bahkan harga rokok yang naik membuat angka inflasi menurun.
Sumber: pasiensehat.com

Kesejahteraan petani juga tidak akan meningkat dengan rokok yang murah. Nina sampaikan bahwa rokok yang ada di Indonesia, sebagian besar masih mengimpor tembakaunya dari negara lain. “Dibandingkan tembakau lokal yang mahal dan kurang baik, produsen tentu lebih memilih impor tembakau yang lebih murah dan kualitas bagus,” tambah Nina.

Menurut penelitian, pangsa pasar rokok buatan petani justru semakin turun setiap tahun. Membuat rokok murah justru merugikan petani. Terkait maraknya rokok ilegal, Nina berpendapat pasti akan ada kejadian tersebut. Tidak hanya pada industri rokok saja. Hal ini bisa diatasi dengan membuat regulasi yang lebih ketat.
Kandungan rokok. Sumber: factsaboutcigarrette

Dokter Fauziah yang melihat fenomena ini dari kacamata kesehatan berpendapat, rokok memiliki bahaya yang tinggi. Di dalamnya terkandung banyak bahan yang berbahaya bagi tubuh. Adapun bahan kimia yang terkandung ialah Nikotin, Tar, Sianida, Benzena, Cadmium, Metanol, Asetilena, Amonia, Formaldehida, Hidrogen sianida, Arsenik dan Karbon monoksida. Semua bahan tersebut memiliki daya rusak yang kuat bagi tubuh.

Dokter Fauzi bercerita, ia sering adakan penyuluhan ke masyarakat tentang bahaya merokok dan membina mereka yang memiliki niat untuk berhenti merokok. Menurut pengalamannya, kegiatan ini cukup efektif untuk membuat orang berhenti merokok. “Sebenarnya untuk berhenti merokok itu harus muncul dari diri orang tersebut, jika sudah berniat maka kita sebagai teman perlu membantu mengingatkannya.”

Metode yang ia gunakan untuk mengajak masyarakat berhenti merokok ialah dengan cara menjelaskan dampaknya baik bagi si perokok ataupun orang di sekitar perokok. Mereka yang ingin berhenti akan ditanya kesukaannya, serta cara apa yang akan mereka lakukan untuk mengganti kebiasaan merokok.

“Ada orang tua yang setiap terbayang ingin merokok, ia akan panggil anaknya mendekat. Ia kemudian membayangkan dampak rokok bagi anaknya,” kenang Dokter Fauzi. Cara tersebut menurutnya berdampak positif.

Nina kembali ajak hadirin untuk sepakat bahwa rokok harus mahal, mengingat banyak dampak positif yang akan terjadi jika regulasi ini dilakukan. Ketika ditanya berapa harga rokok seharusnya, Nina menjawab, “Semahalnya, kalau bisa bahkan dilarang di jual.”

“Itulah alasan kenapa kita ajak perempuan dukung gerakan rokok harus mahal, karena perempuan adalah ujung tombak keuangan keluarga,” jelas Nina.

Perempuan yang biasa mengatur anggaran belanja keluarga dituntut untuk cermati pengeluaran keluarga, termasuk pengeluaran untuk belanja rokok. Ini semua dilakukan untuk Indonesia yang lebih sehat kedepannya.
Baca selengkapnya